Kesehatan itu penting, umur panjang itu mungkin baik tetapi tanpa Kehidupan Kekal semuanya itu sia-sia.
Manfaat Gambas / Oyong
Gambas atau oyong (Luffa acutangula, suku labu-labuan atau Cucurbitaceae), adalah komoditi sayuran minor. Penanamannya biasanya dilakukan di pekarangan atau bagian ladang yang tidak digunakan untuk tanaman lain. Gambas dipanen buahnya ketika masih muda dan diolah sebagai sayur.
Oyong masih sekerabat dengan belustru (Luffa aegyptica).
*Muda di dapur; tua di kamar mandi. Itulah oyong Luffa acutangula. Saat muda oyong bahan sup lezat, tetapi ketika tua menjadi penggosok tubuh. Peran oyong bakal bertambah karena anggota famili Cucurbitaceae itu mujarab sebagai antidiabetes.*
Ihwal oyong untuk mengobati diabetes mellitus sebetulnya terbukti secara empiris. Sebagian masyarakat di Jawa Barat mengkonsumsi biji sayur buah itu setiap kali pemeriksaan darah menjelang berhaji. Cukup mengkonsumsi 2 biji setiap hari selama 2 minggu saat gula darah akan diukur, para calon haji lolos dari jeratan angka kadar gula yang terlalu tinggi. Itu yang mendorong Dr I Ketut Adnyana, periset Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF ITB) membuktikannya. Adnyana mengekstrak biji oyong tua dengan etanol.
Adnyana memberikan larutan glukosa pada 25 mencit yang terbagi dalam 4 kelompok. Kelompok ke-1 tanpa perlakuan apa pun, kelompok ke-2 diberi glibenklamid dengan dosis 0,65 mg/kg bobot tubuh. Glibenklamid lazim diresepkan dokter kepada pasien diabetes. Lalu doktor Farmakologi alumnus Universitas Toyama, Jepang itu memberikan ekstrak biji oyong 5,4 mg/kg bobot tubuh pada kelompok ke-3 dan 10,8 mg/kg bobot tubuh pada kelompok ke-4.
*Cucurbitasin*
Toleransi glukosa diperiksa dengan melihat kadar glukosa serum pada waktu 2 jam setelah konsumsi glukosa dan biji oyong. Konsumsi ekstrak daging biji oyong mampu menurunkan 6% glukosa serum pada menit ke-90 – 120 pada kelompok ke-3. Pada kelompok ke-4 penurunan glukosa mencapai 12%. Itu tak berbeda nyata dengan kelompok ke-1 sebagai kelompok kontrol yang kadar glukosa serumnya menurun 13%. Dengan glibenklamid mampu menghambat glukosa serum sebesar 29%.
Laju penghambatan biji oyong lebih rendah ketimbang glibenklamid pada 2 jam pertama. ‘Berdasarkan kajian yang pernah saya lakukan, bahan alam biasanya tidak memberikan efek spontan seperti obat kimia. Makanya saya masih yakin biji oyong memiliki khasiat antidiabetes jika dikonsumsi berulang,’ tutur Adnyana.
Asumsi itu terbukti setelah ia memberikan ekstrak biji oyong pada kelompok mencit yang telah diinjeksi aloksan – bahan kimia yang merusak sel beta pada pankreas – berdosis 65 mg/kg bobot tubuh. Mencit-mencit itu menderita diabetes parah lantaran glukosa serum mencapai 300 mg/dl. Perlakuan ektrak biji oyong berdosis 10,8 mg/kg dan 21,6 mg/kg bobot tubuh masing-masing mampu menurunkan glukosa serum 32,83 % dan 36,96 % pada hari ke-7.
Bandingkan dengan serum glukosa mencit pada kelompok kontrol yang hanya menurun 19,13% dan kelompok dengan glibenklamid menurun 27,5%. Pada hari ke-14, khasiat ekstrak biji oyong malah makin nyata. Saat itu kadar glukosa serum mencit dengan glibenklamid hanya turun 13,42 %, mencit kontrol 10,6%, dan ekstrak biji oyong 35,6% untuk dosis 10,8 mg/kg bobot tubuh serta 25,82% untuk dosis 21,6 kg/mg bobot tubuh.
Kesimpulannya, konsumsi ekstrak biji oyong 10,8 mg/kg dan 21,6 mg/kg bobot tubuh setiap hari mampu menurunkan kadar gula darah secara siginifikan dan lebih baik daripada glibenklamid. Dosis itu pun dinyatakan aman berdasarkan hasil uji toksisitas. Pada uji itu Adnyana tak menemukan gejala kerusakan pada hati, pankreas, limpa, jantung, otak, dan paru-paru. ‘Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi biji oyong untuk atasi diabetes telah terbukti secara ilmiah. Namun, masih perlu uji klinis pada manusia,’ kata Adnyana.
Ia menduga, kandungan senyawa cucurbitasin dalam biji oyong berperan dalam menurunkan gula darah. Beragam penelitian memang membuktikan senyawa itu sebagai antidiabetes. ‘Dari penelitian yang saya lakukan, dosis 2 – 3 biji oyong tua atau setara 10,8 – 21,6 mg/kg bobot tubuh sehari sekali diduga dapat membantu penderita diabetes menjaga kadar gula darah,’ tutur dosen farmasi itu.
*Prokseronin*
Biji oyong bukan satu-satunya antidiabetes. Periset SF ITB Siti Anfaliah, Prof Dr Andreanus A Soemardji DEA, dan Dr Irda Fidrianny MSi juga membuktikan kemangi tokcer mengatasi penyakit diabetes mellitus. Menurut Andreanus aktivitas antidiabetes kemangi *Ocimum americanum* pun tinggi.
Fraksi air herba kemangi 500 mg/kg bobot tubuh mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit sebesar 39,9%, 42,5%, dan 41,4% pada hari ke-6, 9, dan 12 setelah pemberian berulang obat uji.
‘Makanya tak heran jika banyak penderita diabetes yang cocok mengkonsumsi air rebusan kemangi. Meski masih perlu uji toksisitas untuk mengetahui dosis aman dan efek samping’ kata Andreanus.
Herbal lain yang terbukti secara ilmiah antidiabetes adalah mengkudu *Morinda citrifolia*. Menurut Andreanus pemberian 500 mg/kg dan 1.000 mg/kg bobot tubuh ekstrak buah noni menurunkan kadar glukosa serum masing-masing 62,1% dan 74,1% pada mencit percobaan di hari ke-4.
Itu berbeda nyata dengan kelompok kontrol yang hanya 21,6%. Bahkan penurunan itu juga jauh lebih besar daripada perlakuan dengan glibenklamid yang menurunkan 38,6%. ‘Pemberian glibenklamid tak menunjukkan perbedaan nyata dengan kontrol. Artinya glibenklamid tidak memperbaiki kerja sel beta pankreas melainkan hanya menstimulasi pelepasan insulin,’ kata Adnyana.
Makanya, diduga mekanisme kerja mengkudu menurunkan glukosa serum berbeda dengan glibenklamid yaitu dengan memperbaiki sel beta pankreas.
Itu sejalan dengan riset Prof Dr Sumali Wiryowidagdo dari Pusat Studi Obat Alam Departemen Farmasi Universitas Indonesia. Sumali membuktikan dosis 1.620 mg/kg bobot tubuh ekstrak mengkudu mampu menurunkan glukosa serum mencit secara bermakna. Hasil uji toksisitas menunjukkan tak ada kelainan pada jantung, hati, ginjal, dan darah. ‘Untuk manusia, dosis itu setara dengan 25 cc jus mengkudu yang diperoleh dari 1 buah mengkudu 100 gram tanpa
penambahan air, lalu dikonsumsi sehari sekali,’ tutur Sumali.
Diduga kandungan prokseronin pada keluarga Rubiaceae itu mampu memperbaiki sel beta pankreas. Di dalam tubuh prokseronin berubah menjadi seronin yang mampu menyatukan peptida-peptida atau asam-asam amino menjadi protein. Pada pankreas yang rusak pun, protein banyak terpecah. Makanya, seronin mampu meregenerasi sel-sel pankreas yang rusak.
*Sirih merah*
Kabar bagus datang dari Institut Pertanian Bogor. Dosen dari Fakultas MIPA IPB Mega Safithri SSi MSi membuktikan ekstrak daun sirih merah *Piper crocatum* pun mampu menurunkan kadar glukosa darah. Ekstrak dibuat dari 200 g sirih merah dengan 1 l air yang direbus hingga hanya tersisa 100 ml.
Hasil penelitian pada mencit menunjukkan dosis 20 g/kg bobot tubuh ekstrak daun sirih merah mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit 34,3%.
Penurunan itu lebih besar dibanding perlakuan dengan daonil – obat antidiabetes – dosis 3,22 mg/kg yang menurunkan kadar gula 27%. Setelah uji toksisitas selama 7 hari pemakaian, ekstrak sirih merah yang mengandung alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid itu dinyatakan aman dikonsumsi.
Menurut Dr dr Aris Wibudi SpPD, dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, ada 5 cara untuk menurunkan gula darah. Kelima cara itu adalah menurunkan produksi gula oleh liver, memicu sekresi insulin, menghambat pemecahan gula di usus, memperbaiki sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin, dan memperbaiki fungsi sel-sel beta pankreas. ‘Dibanding obat kimia, herbal relatif aman dan efek samping rendah lantaran kandungan bahan aktifnya rendah,’ kata Aris.
Aris menambahkan, pasien berhak memilih pengobatan diabetes dengan herbal asal tak mengabaikan pantauan dari dokter agar kadar gula tetap terkendali.
(*Nesia Artdiyasa – Trubus*)